pengertian dan dasar hukum Bai' (jual-beli) menurut ilmu fiqih
Pengertian bai’
Secara bahasa bai’ berarti menerima sesuatu dan
memberikan sesuatu yang lain . kata bai’ turunan dari kata “baa’ yang berarti :
depa (mengulurkan tangan ). Hubungannya adalah kedua belah pihak (penjual dan
pembeli) saling mengulurkan depanya untuk menerima dan memberikannya.secara
istilah bai’ berarti : saling tukar menukar harta dengan tujuan kepemilikan.
Pengertian jual beli (البيع) secara syara’
adalah tukar menukar harta dengan harta untuk memiliki dan memberi kepemilikan
(Mughnii 3/560).
Dasar Hukum
Bai’
1.
Al-Qur’an
لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَبْتَغُوا
فَضْلًا مِنْ رَبِّكُمْ ۚ فَإِذَا أَفَضْتُمْ مِنْ عَرَفَاتٍ فَاذْكُرُوا اللَّهَ عِنْدَ
الْمَشْعَرِ الْحَرَامِ ۖ وَاذْكُرُوهُ كَمَا هَدَاكُمْ وَإِنْ كُنْتُمْ مِنْ قَبْلِهِ
لَمِنَ الضَّالِّينَ
Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil
perniagaan) dari Tuhanmu. Maka apabila kamu telah bertolak dari 'Arafat,
berdzikirlah kepada Allah di Masy'arilharam. Dan berdzikirlah (dengan menyebut)
Allah sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu; dan sesungguhnya kamu sebelum
itu benar-benar termasuk orang-orang yang sesat. (Q.S. Al-Baqarah 2 : 198)
Ibnu Katsir menerangkan ayat di atas bahwa Imam Bukhari
rh berkata bahwa telah menceritakan kepada kami Muhammad, telah menceritakan
kepadaku Ibnu Uyainah, dari Amr, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa di
masa jahiliyah, Ukaz, Majinnah dan Zul-Majaz merupakan pasar-pasar tahunan.
Mereka merasa berdosa bila melakukan perniagaan dalam musim haji. (Tafsir Ibnu
Katsir)
الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لَا يَقُومُونَ
إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ۚ ذَٰلِكَ
بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا ۗ وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ
وَحَرَّمَ الرِّبَا ۚ فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَىٰ فَلَهُ مَا
سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ ۖ وَمَنْ عَادَ فَأُولَٰئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ
ۖ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat
berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran
(tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan
mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba,
padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang
yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari
mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang
larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil
riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di
dalamnya. (Q.S. Al-Baqarah 2 : 275)
(Orang-orang yang memakan riba), artinya mengambilnya.
Riba itu ialah tambahan dalam muamalah dengan uang dan bahan makanan, baik
mengenai banyaknya maupun mengenai waktunya, (tidaklah bangkit) dari kubur-kubur
mereka (seperti bangkitnya orang yang kemasukan setan disebabkan penyakit gila)
yang menyerang mereka; minal massi berkaitan dengan yaquumuuna. (Demikian itu),
maksudnya yang menimpa mereka itu (adalah karena), maksudnya disebabkan mereka
(mengatakan bahwa jual-beli itu seperti riba) dalam soal diperbolehkannya.
Berikut ini kebalikan dari persamaan yang mereka katakan itu secara bertolak
belakang, maka firman Allah menolaknya, (padahal Allah menghalalkan jual-beli
dan mengharamkan riba. Maka barang siapa yang datang kepadanya), maksudnya
sampai kepadanya (pelajaran) atau nasihat (dari Tuhannya, lalu ia
menghentikannya), artinya tidak memakan riba lagi (maka baginya apa yang telah
berlalu), artinya sebelum datangnya larangan dan doa tidak diminta untuk
mengembalikannya (dan urusannya) dalam memaafkannya terserah (kepada Allah. Dan
orang-orang yang mengulangi) memakannya dan tetap menyamakannya dengan jual
beli tentang halalnya, (maka mereka adalah penghuni neraka, kekal mereka di
dalamnya).(tafsir jalalyn )
2. As-Sunnah
Bahwa Rasulullah saw. melarang sistem jual beli mulamasah
(wajib membeli jika pembeli telah menyentuh barang dagangan) dan munabadzah
(sistem barter antara dua orang dengan melemparkan barang dagangan
masing-masing tanpa memeriksanya). (Shahih Muslim No.2780)
Seseorang bekerja dengan tangannya dan setiap jual beli
yang mabrur ,mabrur di sini maksudnya jual beli yang terhindar dari usaha tipu
menipu dan merugikan orang lain.
Rasulullah Saw bersabda, “Jual beli harus dipastikan
saling meridhai”. (HR Baihaqi dan Ibnu Majah).
DAFTAR PUSTAKA :
- FIQH PERBANKAN SYARIAH (PENGANTAQ FIQH MUAMALAT &
APLIKASINYA DALAM EKONOMI MODERN ditulis oleh
DR .Yusuf Al Subaily ,dosen pasca sarjana Universitas Imam Muhammad Saud
,Riyadh Arab Saudi
Komentar
Posting Komentar